Yang Saya Tahu tentang Reforma Agraria
Oleh: Etik Sulistiowati N.
Menarik untuk mengawali tulisan ini dengan pertanyaan Pak Yoyok, ‘Jika Reforma Agraria jawabannya, Pertanyaannya Apa?’kalimat ini menurut saya mewakili kegelisahan saya dalam menemukan jawaban mengenai pentingnya reforma agraria, tujuan reforma agraria, teori dan konsepnya, cara pengimplementasian teori dan konsep reforma agraria, dan lain sebagainya.
Tidak banyak pengetahuan yang saya punya mengenai reforma agraria sebelum saya mengikuti kursus, saya hanya tahu bahwa reforma agraria adalah suatu konsep pembagian tanah terlantar oleh pemerintah kepada petani yang ingin memproduktifkan tanah sementara dia tidak memiliki tanah. Tanah terlantar adalah tanah yang dibiarkan pemiliknya selama lebih dari tiga tahun tanpa diberi perlakuan apapun. Dalam sejarahnya, konsep ini dikembangkan oleh Negara-negara sosialis sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi kaum borjuis yang menguasai tanah-tanah pertanian. Konsentrasi tanah pada kaum borjuis menyebabkan ketimpangan dalam hal kepemilikan tanah. Kaum proletar yang tidak mempunyai tanah terpaksa menjadi buruh di tanah-tanah kaum borjuis, paling banter mereka menyewa tanah untuk dijadikan lahan budidaya. Negara-negara sosialis melakukan pengambilalihan tanah dari kaum borjuis untuk kemudian dibagi-bagikan kepada kaum proletar. Hanya sebatas itulah konsep reforma agraria yang saya tahu sebelum saya mengikuti kursus.
Hal lain yang saya ketahui sebelum saya kursus adalah konsep ekonomi Islam. Konsep ekonomi Islam merupakan konsep yang lepas dari perdebatan apakah peran Negara harus dominan dalam menguasai faktor-faktor produksi ataukah diserahkan sepenuhnya kepada individu dan swasta. Sebab konsep ekonomi Islam berangkat dari sebuah pandangan yang berbeda sama sekali, yaitu: Islam memandang bahwa seluruh sumberdaya alam di dunia ini (bahkan seluruh alam semesta ini) sesungguhnya adalah milik Allah. Harta yang dikaruniakan Allah kepada manusia sesungguhnya merupakan pemberian Allah yang dikuasakan kepadanya.
Penguasaan ini berlaku umum bagi semua manusia. Semua manusia mempunyai hak pemilikan, tetapi bukan pemilikan yang sebenarnya. Oleh karena itu bagi individu yang ingin memiliki harta tertentu, maka syara’ telah menjelaskan sebab-sebab pemilikan yang boleh dan yang tidak boleh melalui salah satu sebab pemilikan. Syara’ telah menggariskan hukum-hukum perolehan individu, seperti: hukum bekerja, berburu, menghidupkan tanah yang mati, warisan, hibbah, wasiat dan sebagainya.
Dengan pandangan bahwa sumberdaya alam dikaruniakan untuk seluruh manusia, maka semua manusia berhak memilikinya. Namun, kepemilikan tersebut dibatasi berdasarkan karakteristik dan jumlah sumberdaya alam. Jenis kepemilikan yang dikenal di dalam Islam adalah kepemilikan umum, kepemilikan Negara, dan kepemilikan individu.
Benda-benda yang termasuk dalam kategori milik umum adalah benda-benda yang dibutuhkan oleh suatu komunitas, dimana setiap orang membutuhkannya. Hukum Islam melarang benda tersebut dikuasai hanya oleh seseorang atau sekelompok kecil orang. Benda tersebut adalah energi, hutan dan air. Yang juga dapat dikategorikan sebagai kepemilikan umum adalah benda-benda yang sifat pembentukannya mencegah hanya dimiliki oleh pribadi. Hal ini karena benda-benda tersebut merupakan benda yang tercakup kemanfaatan umum. Yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah jalan raya, sungai, masjid dan fasilitas umum lainnya.
Kepemilikan Negara merupakan benda yang tidak termasuk dalam ketegori milik umum, melainkan milik individu karena benda tersebut berbentuk benda yang bisa dimiliki secara pribadi, semisal tanah dan barang-barang bergerak. Namun, benda-benda tersebut terkait dengan benda milik umum sehingga benda tersebut tidak terkategori milik umum maupun milik individu, pada saat tersebut benda tersebut menjadi milik Negara.
Dalam sistem ekonomi Islam, kepemilikan tanah pertanian termasuk ke dalam kategori kepemilikan individu. Dalam pandangan Islam, pembahasan tanah tidak diletakkan pada luasan tanah yang dimiliki oleh seorang individu, tapi diletakkan pada konteks produktivitas tanah. Dalam arti bahwa hal mendasar mengenai tanah adalah produktivitasnya, seorang individu berhak memiliki tanah pertanian seluas apapun selama ia tidak menelantarkannya. Ia berhak memiliki tanah seluas apapun dengan syarat ia memproduktifkan sendiri tanahnya, baik dengan tenaga sendiri maupun dengan tenaga orang lain dengan manajemen yang baik.
Hal yang menjadi perbedaan konsep tanah menurut Islam dengan konsep tanah dalam sosialis dan kapitalis adalah dalam hal penyewaan tanah. Islam melarang penyewaan tanah pertanian untuk kepentingan pertanian. Hal ini didasarkan pada asumsi dasar bahwa kepemilikan tanah terkait dengan pemproduktivitasan tanah. Siapa saja yang memproduktifkan tanah pertanian, dialah yang berhak memilikinya. Penyewaan tanah adalah konsep yang berlawanan dengan asumsi dasar pertanahan Islam.
Berdasarkan asumsi dasar tersebut, jika terdapat tanah yang ditelantarkan oleh pemiliknya selama lebih dari tiga tahun siapapun berhak memproduktifkannya, ini berarti juga bahwa tanah tersebut beralih menjadi milik orang yang memproduktifkannya. Jika tidak ada seorangpun yang mengambil alih tanah tersebut, Negara berhak mengambil alihnya untuk kemudian diberikan kepada orang yang ingin memproduktifkannya ataupun diproduktifkan sendiri oleh Negara. Pendapatan Negara yang diperoleh dari tanah tersebut kemudian di manfaatkan untuk kepentingan Negara.
Dengan membawa sedikit pemahaman tersebut ke dalam Lingkar Belajar Bersama Reforma Agraria, saya belum bisa mengelaborasi pemahaman saya tersebut, apalagi jika dikaitkan dengan pemahaman mengenai reforma agraria yang saya peroleh dalam lingkar belajar. Walaupun begitu, saya merasa sangat bersyukur bertemu dengan narasumber utama reforma agraria Indonesia. Banyak hal yang saya peroleh dari lingkar belajar.
Sebagai seorang pemula, banyak hal yang belum saya mengerti mengenai reforma agaria, walaupun demikian, dari lingkar belajar ini saya jadi mengetahui bahwa reforma agraria lahir akibat kekejaman kapitalisme. Kapitalisme menciptakan ketidakadilan sosial yang berupa kesenjangan antara kota-desa, kaya-miskin, petani yang mempunyai lahan luas-petani yang tidak mempunyai tanah dan lain sebagainya. Kesenjangan ini disebabkan karena watak individualisme yang melekat pada kehidupan kapitalistik. Dimana, dalam kehidupan kapitalistik berlaku hukum rimba, siapa yang kuat dialah yang menang. Dalam hal ini, para pemilik modal berhak memiliki dan mengakses ke sumber produksi atau sumberdaya apapun untuk mengakumulasikan modalnya.
Terakumulasikannya modal pada pemilik modal menyebabkan kemiskinan yang dewasa ini semakin menjadi pemandangan utama di seluruh dunia, tidak hanya di Negara-negara berkembang, tetapi juga di Negara-negara maju. Mekanisme pengakumulasian modal dilakukan dengan cara yang canggih yang disebut dengan SAP (Structural Adjustment Program), melalui mekanisme ini aliran modal diarahkan hanya untuk para pemilik modal, tidak ada lagi keberpihakan kepada rakyat biasa maupun petani. Akses petani ke sumber-sumber produksi dihambat melalui kebijakan-kebijakan yang sudah dirancang para pemilik modal dengan para birokrat Negara.
Bentuk kebijakan yang mementingkan para pemilik modal diantaranya adalah UU yang berbau privatisasi sumberdaya alam. Di Indonesia, tidak ada pembatasan apapun terhadap pengaksesan dan kepemilikan sumberdaya alam apapun oleh para pemilik modal. Kebijakan seperti ini tentu saja berkaitan erat dengan tanah, tempat sumberdaya alam tersebut berada. Dan kebijakan ini tentu saja berpotensi meminggirkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat kebanyakan, termasuk juga petani.
Bagi petani, ekspansi kepemilikan tanah oleh pemilik modal berarti pengurangan dan penghapusan penguasaan dan pemilikan mereka atas tanah, dan ini berarti hilangnya sumber nafkah bagi keluarga mereka, dan ini juga berarti menciptakan kemiskinan secara sistematik. Penduduk desa yang miskin bermigrasi ke kota tanpa mempunyai modal yang memadai. Tidak banyak perubahan yang mereka alami, mereka pun tetap menjadi warga miskin.
Berangkat dari kondisi tersebut dan keinginan untuk menuntaskan kemiskinan secara sistematis dan secara struktural, maka salah satu konsep yang dipergunakan menjawabnya adalah konsep reforma agraria. Menurut Pak Gunawan dan BPN, reforma agraria bermain pada dua isu utama yaitu keadilan dan kesejahteraan. Sedangkan menurut Pak Nur Fauzi Rahman, motif reforma agraria adalah kerakyatan, keadilan, keberlanjutan pembangunan, dan harmonisasi sosial.
Konsep reforma agraria adalah suatu konsep untuk menjawab permasalahan yang dihadapi oleh petani dan rakyat miskin yaitu kesenjangan akses dan kepemilikan tanah. Reforma agararia dilakukan dengan mendistribusikan tanah kepada petani yang tidak memiliki tanah atau yang tanahnya sempit. Reforma agraria berkait erat dengan reforma ekonomi politik suatu Negara, walaupun seakan-akan konsep tersebut hanya untuk menjawab permasalahan petani miskin, tetapi pengimplementasian konsep tersebut akan mempengaruhi seluruh elemen masyarakat, terutama para pemilik modal dan Negara.
Bagi pemilik modal, implementasi konsep reforma agraria berarti mereka harus merelakan kepemilikan mereka atas sumberdaya alam untuk dikembalikan kepada Negara atau petani miskin. Bagi Negara, implementasi konsep ini berarti bertambahnya anggaran belanja Negara untuk membiayai pengimplementasian konsep tersebut. Biaya tersebut meliputi biaya untuk membeli tanah dari pemilik modal dan biaya untuk supporting system yang meliputi pupuk, bibit, penyuluhan dan lain sebagainya.
Pengimplementasian konsep reforma agraria dilaksanakan sesuai dengan kondisi, sejarah, dan ideology suatu Negara, serta motif suatu Negara dalam melaksanakan reforma agraria. Faktor-faktor tersebut saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Secara sederhana, terdapat empat model utama dalam reforma agraria, yaitu (1) Radikal land reform, tanah milik pemilik modal diambil alih Negara tanpa ganti rugi, model ini diterapkan di Negara-negara komunis seperti Rusia, (2) land colonization, tanah pemilik modal diduduki oleh petani seperti yang terjadi di Brazil, (3) land right restitution, tanah-tanah yang dulu diambil alih oleh warga kulit putih diambil alih lagi oleh warga kulit hitam seperti yang terjadi di Afrika Selatan, dan (4) market based/assisted land reform, model ini diterapkan dengan tujuan untuk menghindari sentakan-sentakan politik.
Kondisi dan ideology suatu Negara juga akan mempengaruhi strategi reforma agraria yang akan dipilih. Strategi tersebut adalah apakah suatu Negara akan melakukan reforma agraria melalui state led, market led, peasant led, atau state-society driven. Pada Negara yang tidak pernah melakukan reforma agraria di masa lalu tapi sejak 1990 reforma agraria menjadi bagian penting kebijakan pembangunan nasional dan agenda politik dan pengimplementasiannya bagus, misalnya Brasil dan Filipina. Pada tahun 1950-1970-an, kedua Negara tersebut menggunakan strategi state led atau state driven, dampak dari stretegi ini adalah munculnya gerakan petani militant. Setelah tahun 1990, kedua Negara ini merubah strateginya menjadi pro market.
Di Indonesia, reforma agraria dimotori oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) tepatnya sejak kapan? Saya tidak tahu, namun berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Pak Gunawan dalam Kursus Land reform, BPN sudah mempunyai 64 model reforma agraria yang pengimplementasiannya disesuaikan dengan konteks local. Dari ke 64 model tersebut, BPN telah berhasil melaksanakan reforma agraria di beberapa daerah. Salah satu model yang dikembangkan oleh BPN adalah tenancy reform. Model ini berkaitan dengan perjanjian bagi hasil dari tanah hasil land reform. Model ini dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah memproteksi penyewa, tahap kedua adalah sell public land yaitu tanah pemerintah dijual ke masyarakat dengan pajak 10% selama sepuluh tahun, tahap ke tiga adalah land to the tiller yaitu pemilik tanah luas dialihkan ke petani yang tidak memiliki tanah, dan tahap ke empat adalah land equalization.
Dengan 64 model yang sudah dimiliki, BPN merasa masih harus belajar banyak. Hal yang masih harus dipelajari adalah: apakah reforma agraria untuk petani saja? Bagaimana strategi reforma agraria untuk Jawa dan Luar Jawa? Bagaimana mendekatkan subjek dan objek? Bagaimana strategi agar penerima tanah tidak mendekati tanah tapi satu kesatuan dengan tanah? Hal paling penting yang ingin dijawab oleh BPN adalah mana model yang paling tepat untuk reforma agraria di Indonesia dalam konteks sekarang?
Seiring proses belajar yang dilakukan oleh BPN, BPN telah mengetahui ciri khas reforma agraria yang pernah terjadi di Indonesia. Pertama, tanah-tanah yang melebihi batas maksimum diambil pemerintah. Kedua, tanah tersebut dibagi ke rakyat dan menjadi hak milik rakyat dengan ganti kerugian.
Yang paling menarik dari kursus reforma agraria adalah pertanyaan-pertanyaan kritis yang -diajukan oleh Pak Yoyok. Jika kita beramai-ramai mengkaji dan melakukan reforma agraria, sebenarnya apa yang kita ingin tuju dengan reforma agraria ini? Pertanyaan ini menurut saya lebih berkonteks Indonesia. Apa yang diinginkan Indonesia dengan agenda reforma agrariaya? Apakah yang dituju adalah kedaulatan pangan? Atau lebih dari itu, yaitu kemerdekaan Indonesia dari jerat-jerat neoliberalisme yang menguasai tidak hanya sektor pangan, tapi juga energy dan air? Lantas apakah reforma agraria juga termasuk mereform sistem penguasaan dan kepemilikan energy dan air?
Rabu, 27 Februari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
ijin copas master, saia punya pertanyaan bagaimana status tanah menurut hukum agraria jika pada terjadi jual beli tanah tetapi tanaman di tahan tersebut tidak ikut jual, ini terjadi di kampung saya terimaksih, saya tunggu jawabanya kalau bisa lewat email mnurhadi8@gmail.com
Posting Komentar